Atlet Peraih Emas Porprov Ditolak Masuk SMAN 1 Blitar, Kepsek Akui Kurang Literasi FPTI, Netizen Geram: “Masa Iya Gaptek?”
BLITAR – Kejadian mengejutkan terjadi di dunia pendidikan dan olahraga Jawa Timur. Seorang atlet panjat tebing peraih medali emas dalam ajang Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) Jatim, yang berniat melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Blitar, justru mendapat penolakan. Alasannya pun menuai sorotan: pihak sekolah mengaku tidak memahami atau kurang literasi mengenai FPTI (Federasi Panjat Tebing Indonesia) sebagai induk cabang olahraga.
Atlet berbakat tersebut, yang namanya kini ramai dibicarakan di media sosial, diketahui mendaftar melalui jalur prestasi. Namun, harapannya untuk menempuh pendidikan di sekolah favorit tersebut kandas hanya karena pihak sekolah tidak mengenali legalitas dan kepengurusan organisasi FPTI—padahal FPTI merupakan organisasi resmi dan diakui oleh KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia).
Kepsek Akui “Kurang Literasi”, Netizen: “Masih Zaman Gitu?”
Kepala SMAN 1 Blitar akhirnya angkat bicara menanggapi polemik tersebut. Dalam klarifikasinya kepada media, ia mengakui bahwa pihak sekolah belum memahami sepenuhnya keberadaan FPTI sebagai induk cabang olahraga panjat tebing yang sah.
“Kami tidak bermaksud mendiskriminasi. Ini murni karena kurangnya literasi kami terhadap struktur organisasi olahraga, khususnya FPTI. Kami kira bukan bagian dari cabang yang diakui jalur prestasi,” ujar sang kepala sekolah.
Namun, pernyataan itu justru menyulut respons keras dari publik. Warganet ramai-ramai mempertanyakan profesionalisme pihak sekolah dalam menyeleksi peserta jalur prestasi, terlebih ketika atlet yang ditolak jelas-jelas telah mengharumkan nama daerah lewat ajang resmi tingkat provinsi.
“Masa iya sekolah unggulan gaptek organisasi olahraga? FPTI itu resmi di bawah KONI. Kalau ga tahu, ya tinggal browsing, bukan malah tolak mentah-mentah,” tulis akun @sportseducation.id di Instagram.
“Ini bukan cuma soal tidak tahu, tapi mencerminkan malasnya belajar dan cari tahu. Bagaimana bisa memimpin lembaga pendidikan tapi tidak update hal penting seperti ini?” sahut netizen lain di Twitter.

Baca juga: Fakta Baru Kematian Diplomat ADP: Sidik Jari Korban di Lakban dan Smartlock Terkunci, Bunuh Diri?
Atlet Terpukul, FPTI Blitar Bersuara
Pihak keluarga atlet dan pengurus FPTI Blitar juga menyatakan kekecewaannya. Mereka menyayangkan keputusan sepihak yang berpotensi mematahkan semangat generasi muda yang justru telah berprestasi.
“Ini sangat mengecewakan. Ananda sudah kerja keras, latihan bertahun-tahun, dan membuktikan diri di level provinsi. Tapi karena ketidaktahuan sekolah, peluang pendidikannya jadi terhambat,” ujar perwakilan FPTI Blitar.
FPTI Jatim juga menegaskan bahwa organisasi ini sah dan menjadi satu-satunya badan resmi panjat tebing yang diakui KONI dan kerap mengirimkan atlet ke PON hingga internasional. Mereka berharap kejadian seperti ini tak terulang di masa depan.
Desakan Evaluasi Jalur Prestasi
Kasus ini memunculkan perbincangan serius soal standar dan sistem verifikasi jalur prestasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Banyak pihak menilai bahwa sekolah-sekolah negeri, terutama yang berstatus favorit, seharusnya punya tim khusus atau bekerja sama dengan Dinas Pendidikan untuk memverifikasi semua bentuk prestasi, bukan hanya dari cabang olahraga populer.
“Kalau tidak ada keseriusan dalam memahami prestasi non-akademik, ya wajar banyak atlet muda akhirnya memilih sekolah swasta atau bahkan berhenti bertanding,” ujar pemerhati pendidikan dan olahraga, Rachmat Nurhadi.
Apa Selanjutnya?
Setelah kasus ini viral, Dinas Pendidikan Jawa Timur menyatakan akan memanggil pihak sekolah dan segera menelusuri duduk perkara kasus penolakan ini. Tak sedikit pula aktivis pendidikan dan komunitas olahraga yang menyarankan agar pemerintah provinsi membuat panduan khusus tentang pengakuan prestasi olahraga yang lebih inklusif dan berbasis data resmi dari KONI.
Sementara itu, netizen terus menyuarakan dukungan untuk sang atlet muda agar tetap semangat, dan berharap ia bisa mendapatkan sekolah alternatif yang benar-benar menghargai perjuangan dan prestasinya.
“Anak seperti ini bukan ditolak, tapi semestinya disambut dan diapresiasi. Jangan sampai kita kehilangan talenta masa depan hanya karena birokrasi yang malas belajar,” tulis akun @pendidikanplus.