Makassar Bakal Dikepung Aksi Massa 8 September: Peta Unjuk Rasa dan Titik Kemacetan yang Perlu Diwaspadai
Agen Berita Makasar– Kota Makassar bersiap menghadapi gelombang demokrasi yang masif. Pada Senin, 8 September 2025, ibu kota Sulawesi Selatan ini diperkirakan akan dikepung oleh rangkaian aksi unjuk rasa dari berbagai elemen mahasiswa dan organisasi masyarakat (ormas). Lebih dari sepuluh titik aksi telah teridentifikasi, membentang dari pusat pemerintahan hingga ruas-ruas jalan utama, membawa segudang isu yang merepresentasikan kegelisahan publik, mulai dari dugaan korupsi, persoalan lingkungan, pelayanan publik, hingga isu rasial.
Suasana kota diprediksi akan berubah menjadi lautan aspirasi dan orasi. Warga Makassar, khususnya yang beraktivitas di sekitar pusat kota, diimbau untuk mempersiapkan diri terhadap potensi kemacetan lalu lintas yang parah dan mengatur ulang rute perjalanan mereka.
Pagi Hari: Gelombang Aksi Pertama Membangunkan Kota
Sejak pagi buta, denyut nadi protes sudah mulai berdetak. Pukul 08.00 Wita, kelompok yang menamai diri Amarah Rakyat Bersatu akan memulai gelombang pertama aksi. Rute mereka cukup panjang: dari kawasan Antang, menuju Kantor Gubernur Sulsel, dan berakhir di Kantor Aplikator Maxim di Gowa. Dengan massa yang diperkirakan mencapai 500 orang, kelompok ini menuntut pemerintah untuk segera merespons berbagai aspirasi rakyat yang dinilai tak kunjung ditindaklanjuti. Aksi ini menjadi pembuka yang menunjukkan sentimen ketidakpuasan yang luas.

Baca Juga: Laga Terbuka untuk Semua Pemain: Indonesia Menang Besar Meski Rotasi Skuat
Tak lama berselang, pukul 10.00 Wita, sorotan beralih ke Aliansi Mahasiswa Bersatu Aksi yang akan menggelar unjuk rasa di Mapolda Sulsel, Jalan Perintis Kemerdekaan. Isu yang diangkat sangat spesifik dan sensitif: dugaan pemukulan yang dilakukan oleh Kapolres Sinjai terhadap demonstran saat aksi di depan DPRD Sinjai beberapa waktu lalu. Aksi ini tidak hanya menuntut pertanggungjawaban atas kasus tertentu, tetapi juga menyoroti persoalan utama dalam hak berpendapat dan kekerasan oleh aparat.
Siang Hari: Titik Aksi Menyebar, Isu Semakin Beragam
Memasuki siang hari, peta unjuk rasa di Makassar akan semakin semrawut dan kompleks. Mulai pukul 13.00 Wita, puluhan hingga ratusan mahasiswa dari berbagai kampus dan aliansi akan membanjiri titik-titik vital kota, masing-masing dengan tuntutan yang berbeda:
-
Gerakan Mahasiswa Peduli Hukum Sulsel akan beraksi di dua lokasi: Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel dan Flyover Pettarani. Mereka membawa isu panas dugaan korupsi anggaran DPRD Tana Toraja, menuntut penegakan hukum yang tegas dan transparansi.
-
Aliansi Mahasiswa Makassar Anti Rasis (AMMAR) memilih lokasi di Yayasan Budi Luhur. Aksi ini menyoroti dua isu sekaligus: penindakan tegas terhadap dugaan praktik rasisme dan protes atas ketiadaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di kawasan tersebut, yang menyatukan isu sosial dan lingkungan.
-
Persatuan Lingkaran Aktivis Sulsel akan melakukan aksi keliling yang terorganisir. Rute mereka dimulai dari KFC Gelael, lalu menuju Kantor Wali Kota Makassar, dan berakhir di PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu). Inti protes mereka adalah terhadap kebijakan perizinan Amdalalin (Analisis Dampak Lalu Lintas) yang dinilai cacat hukum dan cenderung mempermudah investor dengan mengesampingkan kelestarian lingkungan.
-
Mahasiswa Peduli Rakyat (MPR) menyasar Dinas Pariwisata Sulsel. Mereka mengecam keras pelaku usaha hiburan malam yang terbukti melanggar Surat Edaran Gubernur, diduga terkait dengan operasional saat jam yang tidak semestinya atau aturan lain yang dilanggar.
-
Kesatuan Aktivis Mahasiswa Indonesia juga menuju Kejati Sulsel, namun dengan fokus yang berbeda: mengungkap dugaan praktik nepotisme dalam proses pengadaan buku sekolah di Kabupaten Takalar. Isu ini menyentuh ranah pendidikan dan pemerintahan daerah.
Selain aksi-aksi mahasiswa, Pergerakan Koalisi Rakyat Makassar (PERKARA) juga akan turun. Mereka berencana menggelar long march ke Kantor Gubernur, Balaikota, dan tempat-tempat hiburan malam. Uniknya, protes mereka bernuansa religius: menentang operasional hiburan malam pada malam peringatan Maulid Nabi, yang dinilai tidak menghormati nilai-nilai keagamaan.
Sore Hari: Aksi Besar Menyoroti Pungli di Kepolisian
Puncak keramaian diprediksi terjadi pada sore hari. Pukul 14.00 Wita, Himpunan Mahasiswa Manajemen Indonesia Wilayah VI Sulselbar akan menggelar demonstrasi berskala besar yang menyasar tiga titik di kompleks Kepolisian: Ditlantas Polda Sulsel, Mapolda, dan rumah jabatan Kapolda.
Isu yang diangkat sangat dekat dengan kehidupan masyarakat biasa: dugaan pungutan liar (pungli) dalam proses pengurusan mutasi kendaraan. Masalah ini kerap menjadi keluhan yang dirasakan langsung oleh warga yang mengurus administrasi kendaraan. Dengan massa sekitar 200 orang, aksi ini berpotensi menarik simpati dan mungkin saja melibatkan lebih banyak peserta secara spontan.
Siaga Total: Antisipasi Kemacetan dan Pengamanan Aparat
Dengan banyaknya titik dan waktu aksi yang hampir bersamaan, lalu lintas Kota Makassar dipastikan akan terdampak signifikan. Ruas-ruas jalan utama seperti:
-
Jl. Urip Sumoharjo
-
Jl. Pettarani (terutama di sekitar Flyover)
-
Jl. Perintis Kemerdekaan (depan Mapolda)
-
Jl. A. Yani (pusat kota)
-
Kawasan Kantor Gubernur dan Balaikota
berpotensi mengalami kemacetan parah, bahkan hingga berjam-jam.
Menyikapi hal ini, aparat gabungan dari TNI, Polri, dan instansi terkait telah disiagakan secara penuh. Tugas mereka tidak hanya menjaga ketertiban dan mencegah infiltrasi pihak yang ingin memprovokasi kerusuhan, tetapi juga mengawal jalannya aksi agar tetap berlangsung secara kondusif dan damai. Dialog dengan para koordinator aksi kemungkinan akan dilakukan untuk memastikan demonstrasi berjalan sesuai koridor hukum yang berlaku.
Sebuah Refleksi: Suara Rakyat yang Tak Bisa Diabaikan
Gelombang aksi pada 8 September nanti adalah cerminan dari sebuah kota yang dinamis dan kritis. Keragaman isu yang diangkat—dari hukum, lingkungan, hingga moral—menunjukkan bahwa masyarakat sipil, khususnya mahasiswa, terus mengawasi setiap jengkal kebijakan dan kinerja pemerintah.
Hari itu, Makassar bukan hanya akan dikepung oleh demo, tetapi juga oleh harapan akan perubahan dan perbaikan. Respons pemerintah pasca-aksi inilah yang akan menentukan, apakah suara lantang dari jalanan ini akan menjadi awal dari solusi, atau hanya sekadar gema yang hilang diterpa angin lalu.